Terimakasih kepada hidupku, tak indah memang tapi setidaknya dia banyak mengajarkan padaku tentang paket-paket anehnya itu. Hingga aku hari ini berdiri dan melihatnya tak ubah seperti tanah lapang. Aku bisa berlari cepat atau berjalan santai. Hampir tak ada sebab yang memungkinkanku bisa terjatuh selain kecerobohan-kecerobohanku sendiri. Bahkan ketika seseorang berbuat sesuatu kepadaku, lalu membuatku terjatuh. Aku akan menganggap itu tak lebih dari kecerobohanku sendiri. Sebab-musabab mungkin aku yang terlalu berani atau ceroboh, mungkin juga kurang berhitung. Bisa berbeda penafsirannya dalam berbagai persoalan.
Sekarang yang tinggal hanya soal keberanian dan keraguan, dalam menjalaninya. Apalagi yang harus diragukan jika kita sudah paham soal dua dimensinya. Buang saja keraguan, taruh di sudut-sudut kamar – bakar saja biarkan dia berubah menjadi debu-debu. Keberanian memang harus di latih, kupikir aku sudah cukup melatihnya. Latihan panjang dalam barisan deret angka usiaku, kupikir aku sudah banyak merasa pahit. Jadi apalagi yang harus kutakutkan jika rasanya pun sudah kupahami. Sebab ketakutan hanya akan menghasilkan gunung-gunung tempat bersembunyi, yang kelak menjadi pelindung dari keengganan untuk disebut sebagai pengecut.
Aku hanya ingin berbicara jujur, jujur dengan rasa ku. Berbicara jujur tentang niatku adalah hal yang paling logis. Setidaknya semuanya menjadi jelas. Tak diomongkan hanya akan menambahkan beban. Mending diutarakan. Soal apapun jawabannya aku sangat menghargai. Ingat bagiku semua datar aku sudah pernah merasakan pahit, dan aku tahu apa yang disebut manis. Bagiku sederhana tak ada ketakutan tentang apapun yang bakal terucap darimu. Ketika harus pun dikatakan tidak (pahit). Aku sudah pernah merasakan pahit, dan sama sekali tak takut dengannya. Dan apapun bentuknya itulah kebebasanmu sebagai manusia, untuk menentukan pilihanmu. Dan tak ada hak dari siapapun untuk mencoba menganggu pilihan-pilihanmu, apalagi aku. Aku hanya seorang yang ingin berkata jujur dan sebisa mungkin sadar diri, dalam istilah lain mungkin berusaha realistis.
Mungkin banyak orang yang sedang mendekatimu atau bahkan bersemayam dalam hatimu. Kupikir wajar kau perempuan/lelaki, dan dalam kacamataku kau cukup layak untuk menerima pernyataan perasaan sayang, suka atau bahkan cinta dari banyak orang. Kesadaran penuh dalam benaku, yang kupunya hanya niatku. Aku tak ingin berandai aku akan mendapatkan kesempatan dekat denganmu. Atau bahkan bersemayam dalam hatimu. Karena bagiku itu tidak realistis. Yang kutahu paling realistis adalah mengutarakan niatku. Mimpi pun harus punya episode, harus punya tahap, harus punya cerita. Dialektis, begitu salah satu hukum dalam filsafat yang paling bisa menjelaskan pikiranku hari ini. Tak ingin terus menerus sembunyi di balik gunung-gunung buah dari keengganan tuk disebut pengecut. Itulah salah satu alasan aku harus jujur soal ini.
Aku ingin memuji-mujimu, tapi bagiku akan terkesan klasik. Yang jelas aku kagum dengan fisik, sikapmu, kedewasaanmu. Alasan yang cukup untuku tuk berusaha mengenalmu lebih dekat. Kekaguman sebagai rasa dan pikiranku yang mendesak untuk berkata jujur. Dan kupikir mengutarakan niat adalah pilihan paling logis saat ini.
Niatku adalah berkata jujur padamu, tentang apa yang bersemayam dalam hati dan pikiranku.
Bolehkah Aku Mengenalmu Lebih Dekat ???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN KOMENTAR